JAKARTA - Penugasan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di luar institusi kepolisian ternyata masih memiliki landasan hukum yang kuat. Menurut Dr. Muhamad Rullyandi, S.H., M.H., seorang pakar hukum tata negara, penugasan tersebut sah sepanjang mematuhi ketentuan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan peraturan pemerintah tentang manajemen pegawai negeri sipil.
Penegasan ini datang di tengah berbagai interpretasi mengenai status anggota Polri yang ditempatkan di kementerian atau lembaga negara lain. Dr. Rullyandi menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak secara eksplisit melarang hal tersebut, asalkan tetap berada dalam koridor peraturan yang berlaku dan tidak mengarah pada jabatan politik.
“Sebetulnya di Undang-Undang Polri itu tidak mengatur pembatasan penugasan di luar kepolisian sepanjang itu berkaitan dengan Undang-Undang ASN, ” ujar Dr. Rullyandi di Jakarta, pada Rabu (19/6/2024).
Ia merinci bahwa pembatasan hanya dikenakan bagi anggota Polri yang berniat menduduki jabatan politik. Jabatan-jabatan seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kepala daerah, atau menteri memang mensyaratkan anggota Polri untuk mengundurkan diri atau mengajukan pensiun dini.
“Undang-Undang Polri hanya membatasi sepanjang berkaitan dengan pengisian jabatan-jabatan di luar Polri yang prosesnya melalui politik. Seperti calon anggota DPR, kepala daerah, atau menteri, itu memang harus mengundurkan diri, ” jelasnya.
Sementara itu, untuk penugasan pada jabatan non-politis di lingkungan kementerian atau lembaga, Dr. Rullyandi menegaskan tidak ada pelanggaran hukum. Kuncinya adalah proses penyetaraan jabatan yang telah dikoordinasikan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
“Selama penugasan anggota Polri di kementerian atau lembaga dilakukan sesuai Undang-Undang ASN, dalam koridor peraturan pemerintah tentang manajemen ASN, dan dikoordinasikan dengan Kemenpan-RB, maka itu tidak menimbulkan persoalan, ” katanya.
Lebih lanjut, Dr. Rullyandi menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru tidak mengubah prinsip dasar mengenai kedudukan hukum penugasan anggota Polri di luar institusi kepolisian.
“Dengan putusan MK yang baru, posisi Polri tetap sah untuk memberikan penugasan anggota di luar struktur Polri, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ASN dan manajemen pegawai negeri sipil, ” pungkasnya.
Implikasinya, praktik penugasan anggota Polri ke berbagai instansi pemerintah dinilai masih memiliki pijakan hukum yang kokoh dan sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(PERS)

Dina Syafitri